MAKALAH EKONOMI KOPERASI
MENINGKATKAN
PERAN KINERJA KOPERASI BELAJAR DARI PENGALAMAN NEGARA – NEGARA EROPA
NIKEN
YUANITA.S
15211166
2EA18
FAKULTAS
MANAJEMEN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kalau
kita melihat dan berkaca kepada Koperasi di luar negeri menurut sumber dari
International Cooperative Alliance yaitu wadah gerakan koperasi International
menyajikan profil 300 koperasi kelas dunia , berasal dari 28 negara yang
turn-overnya mulai dari 63,449 juta dollar AS hingga 654 Juta dollar AS, yang
terdiri dari sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit) sebesar 40
persen.
Koperasi
pertanian termasuk kehutanan 33 persen, koperasi ritel/wholesale 25 persen,
sisanya koperasi kesehatan, energi, manufaktur dan sebagainya. Dari 300
koperasi itu 63 ada di AS, 55 di Perancis, 30 di Jerman , 23 di Italia, dan 19
di Belanda.
Sedangkan
di Asia koperasi yang terbaik pada urutan pertama diduki oleh Jepang yang
turnovernya mencapai 63,449 juta dollar AS dengan asset 18,357 juta dollar AS
pada tahun 2005, lalu pada urutan kedua diduduki oleh Korea Selatan , dan
seterusnya , India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Philipina,
sedangkan Indonesia hingga sekarang belum memenuhi syarat untuk masuk dalam
International cooperative Alliance, mengapa bisa demikian?
Pada
masa orde lama koperasi menjadi alat politik pemerintah dan partai dalam rangka
nasakomisasi. Pada masa orde baru koperasi menjadi alat dan bagian integral
pembangunan perekonomian nasional yang dilimpahi bermacam fasilitas. Kebijakan
yang menempatkan peran pemerintah amat dominan dalam pembangunan koperasi
menjadikan gerakan koperasi amat bergantung pada bantuan luar , hal yang amat
bertentangan dengan hakikat koperasi sebagai lembaga ekonomi sosial yang mandiri,
ketergantungan tersebut masih berasa hingga sekarang pada jaman reformasi, yang
lebih parahnya lagi Dekopin dengan Mentri negara urusan koperasi dan UKM yang
seharusnya bersama membangun koperasi seperti negara tetangga sulit terjadi
karena masing-masing memiliki agenda sendiri. Akibatnya pembangunan koperasi
tak terarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sejarah
berdirinya koperasi dunia
Gerakan
koperasi digagas oleh Robert
Owen (1771-1858),
yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia.
Gerakan
koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865)
– dengan mendirikan toko koperasi di Brighton,Inggris.
Pada 1
Mei 1828,
King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang
berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan
menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi
akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman,
juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan
koperasi buatan Inggris.Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen,
dan Schulze Delitch.
Di Perancis, Louis Blanc mendirikan
koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark PastorChristiansone mendirikan
koperasi pertanian.
Perkembangan
Koperasi di Korea
Koperasi
di Korea di mulai pada awal abad 20 khususnya koperasi pedesaan. Koperasi
kredit pedesaan misalnya sudah mulai dikenal pada tahun 1907. Koperasi ini didirikan
oleh rakyat untuk membantu petani yang membutuhkan uang untuk membiayai usaha
pertaniannya. Sedangkan koperasi kerajinan dan koperasi pertanian baru mulai
diorganisir pada tahun 1936. Kedua koperasi ini mendapat perlindungan dari
pemerintah.
Pada
tahun 1956 koperasi kredit pedesaan di organisir oleh pemerintah Korea menjadi
Bank Pertanian Korea. Namun pada tahun 1957 koperasi pertanian melebarkan
sayapnya dalam kegiatan simpan pinjam. Jadi Korea ada dua organisasi pedesaan
yang melayani kebutuhan kredit petani, yakni Bank Pertanian Korea dan Koperasi
Pertanian.
Perkembangan
Koperasi di Indonesia
Sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran
pedagang-pedagang bangsa Eropa yang datang ke Indonesia. Namun dengan keserakahan
pedagang-pedagang Eropa untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, maka
hubungan dagang menjadi ingin menguasai mata rantai perdagangan.
Akibatnya
terjadi penindasan (menjajah) oleh pedagang-pedagang bangsa Eropa
terhadap bangsa Indonesia. Dari penderitaan inilah yang mengunggah
pemuka-pemuka bangsa Indonesia berjuang untuk memperbaiki kehidupan masyarakat,
salah satunya dengan mendirikan koperasi.
Zaman
Belanda
R.
aria wiraatmaja seorang patih di Purwekerto, mempelopori berdirinya sebuah bank
yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat.
Usaha ini mendapat dukungan residen Purwekerto E.Sieburg.badan usaha yang
dipilih untuk bank yang diberi nama Bank penolong dan tabunggan (Help en Spaar
Bank), ialah koperasi.
Pada
tahun 1898, atas bantuan E.Sieburg dan De Woolfvan Westerrode, jangkauan
perlayanan bank diperluas ke sektor pertanian (HulpSpaar en Lanbouwweredit
Bank), yaitu meniru pola koperasi pertanian yang dikembangkan di Jerman
(Raiffeisen). Upaya yang ditempuh pemerintah kolonial belanda ialah merintangi
perkembangan yang dirintis oleh R. Aria Wiraatmaja.
Pada
tahun 1908 Raden Soetomo melalui Budi Utomo berusaha mengembangkan koperasi
rumah tangga tetapi kurang berhasil karena dukungan dari masyarakat sangat
rendah. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi sangat
rendah. Tahun 1913, serikat Dagang Islam yang kemudian menjadi Sarekat Islam,
memelopori berdirinya beberapa jenis Industri Koperasi Kecil dan kerajinan.
Hambatan formal dari pemerintahan belanda adalah diterapkannya peraturan
koperasi No.44431 tahun 1915, dimana persyaratan Administrasi, yang menyangkut
masalah perizinan, pembiayaan dan masalah-masalah teknis pendirian yang
kegiatan usaha koperasi dibuat sangat berat. Pada tahun1939, koperasi di
Indosesia tumbuh pesat, mencapai 1712 buah, dan terdaftar sebanyak 172 buah
dengan anggota sekitar 144.134 orang.
Kondisi
Koperasi di Negara dengan Sistem Kapitalis dan Semi Kapitalis
Kegiatan
berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di
sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk
menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh
gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19
dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari
asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis.
Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di
Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.
Sejarah
kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara sedang
berkembang memang sangat diametral. Di negara maju koperasi lahir sebagai
gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan
berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan
ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang
mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi
dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara
dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Tidak
hanya di negara sedang berkembang yang pendapatan per kapitanya rendah, tetapi
juga di negara maju yang pada uumnya adalah ekonomi kapitalis seperti di
Amerika Utara dan Jepang atau yang semi kapitalis seperti di negara-negara
Eropa Barat, khususnya Skandinavia peran koperasi sangat penting. di tujuh
negara Eropa menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan
kesempatan kerja mencapai sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5
persen di Swiss. Perkembangan koperasi yang sangat pesat di negara maju
tersebut membuktikan bahwa tidak ada suatu korelasi negatif antara masyarakat
dan ekonomi modern dan perkembangan koperasi. Dalam kata lain, koperasi tidak
akan mati di tengah-tengah masyarakat dan perekonomian yang modern, atau
pengalaman tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan
ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi di negara maju selama ini
tidak hanya mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi,
tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara
kapitalis tersebut.
Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga
merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
Faktor-faktor
keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1)
sumber-sumber tangibleseperti kualitas atau keunikan dari produk yang
dipasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii)
sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan
pola manajemen yang diterapkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii)
kapabilitas atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk
melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif
(misalnya proses inovasi dari 3M). Menurutnya, salah satu yang harus dilakukan
koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan efisiensi biaya.
Tetapi ini juga bisa ditiru/dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain
(non-koperasi). Jadi, ini bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya
dari koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari
koperasi adalah hubungannya dengan anggota.
Kondisi
Koperasi di Jepang (dengan sistem Komunis)
Koperasi
pertama di Negeri Sakura dilahirkan pada 1897, tetapi baru pada 1920-an gerakan
koperasi-koperasi mulai mengorganisir dengan skala yang lebih besar. Bersamaan
dengan pelaksanaan Undang-Undang Industri dan Kerajinan. Dalam perkembangannya,
koperasi di Jepang berkembang tidak hanya di bidang industri dan kerajinan,
tetapi di sektor pertanian juga mengalami perkembangan yang pesat di awal-awal
pertumbuhannya. Ada dua macam koperasi pertanian di Jepang. Pertama adalah yang
bersifat khusus, hanya mengembangkan satu macam komoditas. Dan kedua adalah
bersifat umum, yaitu yang bersifat serba usaha.
Setelah
terbit Undang-Undang Koperasi Pertanian pada tahun 1974, koperasi pertanian,
koperasi konsumsi dan bank koperasi semakin tumbuh dengan pesat dan menjadi
andalan koperasi di Jepang. Di Jepang, koperasi konsumen mampu tumbuh 20 persen
per tahun. Sejak awal, mereka menyediakan barang-barang yang sehat dan
memuaskan konsumen. Motto bisnisnya: Untuk Perdamaian dan Suatu Kehidupan yang
Lebih Baik. Lalu pada 1921 Koperasi Nada dan Koperasi Kobe didirikan di bawah
kepemimpinan Toyohiko Kagawa, Bapak Gerakan Koperasi Konsumen. Kedua badan
usaha ini bergabung atau amalgamasi menjadi Koperasi Nada Kobe koperasi di
tahun 1962. Kemudian berubah nama lagi menjadi Koperasi Kobe pada 1991. Seiring
perkembangannya, kedua koperasi menjadi kekuatan yang mengemudikan koperasi di
Jepang.
Menurut
Kagawa, tujuan pergerakan koperasi di Jepang terutama demi memperbaiki kondisi
kehidupan masyarakat miskin. Caranya, ia menganjurkan tujuh berkoperasi.
Pertama, pembagian keuntungan yang saling menguntungkan. Kedua, perekonomian
yang manusiawi. Ketiga, pembagian modal. Keempat, pembatasan eksploitasi.
Kelima, desentralisasi kekuasaan. Keenam, kenetralan politik. Ketujuh,
menekankan segi pendidikan.
Penyebaran
koperasi yang ideal, menurut Kagawa adalah menolong orang merancang kebangkitan
dirinya. Sayangnya, pemerintahan militer semasa Perang Dunia II di Negeri Para
Samurai ini menentang koperasi. Akibatnya, koperasi bubar dan menghilang pada
jaman itu.
Setelah Perang Dunia II, sejumlah pergerakan koperasi yang dirusak selama peperangan, memperbaiki diri. Banyak koperasi membuka kegiatan distribusi makanan ransum atau jatah. Sebab, kala itu memang terjadi kelangkaan serius hampir semua barang.
Setelah Perang Dunia II, sejumlah pergerakan koperasi yang dirusak selama peperangan, memperbaiki diri. Banyak koperasi membuka kegiatan distribusi makanan ransum atau jatah. Sebab, kala itu memang terjadi kelangkaan serius hampir semua barang.
Kemudian
pada 1948, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Koperasi Konsumen. Perkembangan
berikutnya, pada 1951 didirikan Gabungan Koperasi Konsumen Jepang (Japanese
Consumers’ Co-operative Union, JCCU), yang merupakan peletak dasar dan
pendorong kemajuan koperasi. Presiden JCCU Isao Takamura menjelaskan, seiring
kebangkitan ekonomi Jepang era 1950-an, sejumlah kebijakan mereorganisasi
koperasi pun sering didiskusikan. Tema yang mendominasi diskusi, antara lain
meliputi aspriasi atau kepentingan ekonomi para anggota. Juga sekitar manajemen
bisnis koperasi.
Muncul
gagasan agar koperasi mendasarkan pada kelompok kecil yang beranggota 5 sampai
10 orang. Cara ini memungkinkan para anggota bertukar pikiran intensif. Baik
melalui aktifitas jual beli bersama, saling menolong dan mempromosikan koperasi
mereka.
Di
saat yang sama, pada kurun 1960 dan 1970-an, Jepang menikmati pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Bahkan, cenderung tak terkendali. Buktinya, banyak problem
yang menyerang konsumen. Misalnya, bahan pengawet dipakai membuat makanan yang
diproduksi secara massal dan membahayakan kesehatan orang. Dengan cerdas, koperasi
memanfaatkan situasi ini. Koperasi berupaya menyuplai produk alternatif dengan
jaminan keselamatan dan makanan yang dapat diandalkan.
Kemudian
datang krisis minyak di tahun 1973. Dampaknya, kelangkaan komoditi dan harga
barang tiba-tiba meroket. Lagi-lagi di tengah kondisi sulit ini, koperasi
memasok barang dengan harga logis kepada anggota. Manfatnya, para anggota
semakin mempercayai koperasi. Pada gilirannya jumlah keanggotaan dan
pertumbuhan koperasi menjamur luar biasa. Sayangnya, kemudian muncul tindakan
anti koperasi dari segolongan kecil pedagang ritel (minor retailer).
Kondisinya, di tahun 1980-an Jepang tengah berada pada pertumbuhan yang
menguntungkan. Sebetulnya, para pedagang ritel itu sulit bersaing melawan
peritel besar.
Koperasi
mengatasi kesulitan satu demi satu, dan sekarang mempunyai anggota sejulah 14
juta orang. Jumlah koperasi retail local, kurang lebih 9 juta. Artinya,
mewakili 20 % dari seluruh tempat tinggal di Jepang. Sementara penjualan
tahunan koperasi senilai 52,7 miliar Dolar AS. Mudah dipahami, perkembangan
koperasi di Negeri Matahari Terbit ini makin mengesankan. Lahir sejumlah
koperasi, dari Koperasi Kesehatan, Koperasi Asuransi hingga Koperasi
Universitas. Para pendiri semua koperasi ini meyakini, mereka mewakili kepentingan
ekonomi masyarakat, bertanggung jawab kepada masyarakat dan berupaya melakukan
usaha secafra benar. Selain itu, misalnya di koperasi konsumen, kelembagaan
koperasi membantu keberadaan dan kesejahteraan bersama pengecer kecil.
Tujuannya, merevitalisasi ekonomi lokal dan memberikan kontribusi kepada
komunitasnya.
Dari
sisi keanggotaan, apa motif utama orang Jepang berkoperasi? Biasanya mereka
memang membutuhkan barang-barang yang dibeli. Selain itu, mereka menginginkan
aspek keselamatan dan sangat mengutamakan kualitas barang-barang. Sisi menarik
lain, 90 persen anggota koperasi adalah wanita. Sebagian besar merupakan ibu
rumah tangga. Mereka membeli produk koperasi, karena ingin memiliki makanan
yang sehat untuk anak mereka. Itu sebabnya, koperasi di Jepang selalu berusaha
menyediakan makanan yang sehat atau tanpa bahan pengawet. Bahkan selalu
meneliti dan mencari Informasi mengenai barang, sebelum mereka menjualnya.
Apalagi produk pertanian yang harus dijaga kesegarannya. Mereka mengirim
langsung ke anggota, tanpa melalui pasar. Praktik ini sangat dikenal di Jepang.
Produsen dan konsumen bertransaksi secara langsung mengenai makanan yang segar
dan sehat. Produksi pertanian yang segar didukung secara kuat oleh anggota
koperasi. Ini bisa terjadi, karena produsen dan konsumen bisa berkomunikaksi
langsung dan mengetahui persis bagaimana proses produksi makanan.
Kondisi
Koperasi di Indonesia (dengan sistem Pancasila)
Dalam
sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut
mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan
kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai
soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya
paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal
koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang
istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi
sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan
bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang
paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering
disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa
diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha
koperasi adalah juga kekeluargaan.
Berdasarkan
data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001,
jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih,
dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180
unit (88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai
71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42%
koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342
orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703
unit.
Gagasan
tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan
dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan
pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya
menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan
koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena
dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah,
bukan sepenuhnya inisiatif swasta seperti di
negara maju; walaupun di banyak daerah di Indonesia koperasi lahir oleh
inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan
koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak
tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di
tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh
secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan
diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi.
Bung
Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi agaknya adalah karena
pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denegara majuark,
pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai
dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi
adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah
juga membedakan antara “koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong royong,
dengan “koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang
rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang
antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah
sebuah lembaga self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil
untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam
sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Namun,
sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam
perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda
yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha
dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang
pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa
bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV,
Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya
diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian
inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar
dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya
adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi
Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan
koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini,
bentuk kepemilikan properti pada koperasi yang “konservatif” sering tidak
diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik
wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya.
Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan
sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi
sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para anggotanya
atau untuk kesejahteraan anggota.
sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap
warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia memiliki
tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang
menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya saing, dan sangat
dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan
koperasi di negara maju.
Sementara
itu, ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan
kepada program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi
pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi
pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik
negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya
prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Faktor
yang dapat Mempengaruhi Kemajuan Koperasi di Indonesia
Pengembangan
koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun
sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh
semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan
hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak
mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal
dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi
perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap
perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Dari
kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya perkembangan koperasi di
Indonesia selama ini, salah satunya yang paling serius adalah masalah manajemen
dan organisasi. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa koperasi di Indonesia
perlu mencontoh implementasi good corporate governance (GCG) yang
telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan.
Prinsip GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk
itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan
secara maksimal suatu konsep GCG atau tata kelola koperasi yang baik.
koperasi
Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam
implementasi GCG.
Pertama,
koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk
menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan
dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan
mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional,
amanah, dan akuntabel. Ketidakamanahan dari pengurus dan anggota akan membawa
koperasi pada jurang kehancuran. Inilah yang harus diperkecil dengan
implementasi GCG.
Kedua,
perbaikan secara menyeluruh. Kementerian Koperasi dan UKM perlu
menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif dan
terencana. Blue printkoperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan
bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara
profesional, efektif dan efisien. Ketiga, pembenahan kondisi internal koperasi.
Praktik-praktik operasional yang tidak efisien dan mengandung kelemahan perlu
dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya
perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan
Faktor
faktor peningkatan koperasi
Selain
itu, agar suatu koperasi dapat beroperasi dengan sukses juga harus menerapkan
beberapa hal di bawah ini : (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan
ahli-ahli dari luas secara efektif; (2) selalu memberikan informasi yang
lengkap dan up to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka
tetap terlibat dan suportif; (3) melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan
bisnis dengan memakai agenda yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan
pengambil keputusan yang demokrasi;
(4) mempertahankan relasi-relasi yang baik
antara manajemen dan dewan direktur/pengurus dengan tugas-tugas dan tanggung
jawab- tanggung jawab yang didefinisikan secara jelas; (5) mengikuti
praktek-praktek akutansi yang baik, dan mempersentasikan laporan-laporan
keuangan secara regular; (6) mengembangkan aliansi-aliansi dengan
koperasi-koperasi lainnya; dan (7) mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas
terhadap konfidensial dan konflik kepentingan.
Kelebihan koperasi di
Indonesia
Hal-hal yang menjadi
kelebihan koperasi di Indonesia adalah:
a. Bersifat terbuka dan sukarela.
b. Besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak memberatkan anggota.
c. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, bukan berdasarkan besarnya modal
d. Bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan bukan sematamata mencari keuntungan.
Kelemahan Koperasi Di Indonesia
a. Bersifat terbuka dan sukarela.
b. Besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak memberatkan anggota.
c. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, bukan berdasarkan besarnya modal
d. Bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan bukan sematamata mencari keuntungan.
Kelemahan Koperasi Di Indonesia
Hal-hal yang menjadi
kelemahan koperasi di Indonesia adalah:
a. Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas.
b. Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi.
c. Pengurus kadang-kadang tidak jujur.
d. Kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas dan anggotanya.
a. Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas.
b. Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi.
c. Pengurus kadang-kadang tidak jujur.
d. Kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas dan anggotanya.
Pembentukan
koperasi pada dahulunya juga dibentuk memang memiliki tujuan untuk
mensejahterakan para anggota-anggotanya yang kurang mampu dalam pemenuhan
anggota-anggotanya. Dan tujuan dasar dari badan usaha koperasi ini adalah
1. Memajukan
kesejahteraan para anggota koperasi. koperasi juga diharapkan dapat memenuhi
fungsinya sebagai wadah kerja sama ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kualitas kehidupan
hanya bisa dicapai koperasi jika ia dapat mengembangkan kemampuannya dalam
membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota-anggotanya serta
masyarakat disekitarnya.
2. Memajukan
kesejahteraan masyarakat sekitat koperasi karena masyarakat bias meminjam uang
pada koperasi untuk membuka usaha. Melalui koperasi, potensi dan kemampuan
ekonomi yang kecil itu dihimpun sebagai satu kesatuan, sehingga dapat membentuk
kekuatan yang lebih besar. Dengan demikian koperasi akan memiliki peluang yang
lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat pada
umumnya dan anggota koperasi pada khususnya.
3. Membantu
pemerintah membangun tatanan ekonomi pada masyarakat kecil Sebagai salah satu
pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia, koperasi mempunyai tanggung
jawab untuk mengembangkan perekonomian nasional bersama-sama dengan
pelaku-pelaku ekonomi lainnya.
secara
umum manfaat-manfaat badan usaha koperasi tersebut biasanya lebih mengarah
kepada aspek bidang ekonomi dan bidang sosial. Dimulai dari manfaat bidang
ekonomi yaitu:
a Meningkatkan
penghasilan anggota-anggotanya. Sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi
dibagikan kembali kepada para anggotanya sesuai dengan jasa dan aktivitasnya.
b) Menawarkan
barang dan jasa dengan harga yang lebih murah. Barang dan jasa yang ditawarkan
oleh koperasi lebih murah dari yang ditawarkan di toko-toko. Hal ini bertujuan
agar barang dan jasa mampu dibeli para anggota koperasi yang kurang mampu.
c) Menumbuhkan
motif berusaha yang berperikemanusiaan. Kegiatan koperasi tidak semata-mata
mencari keuntungan tetapi melayani dengan baik keperluan anggotanya.
d) Menumbuhkan
sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan koperasi. Setiap anggota berhak
menjadi pengurus koperasi dan berhak mengetahui laporan keuangan koperasi.
e) Melatih
masyarakat untuk menggunakan pendapatannya secara lebih efektif dan membiasakan
untuk hidup hemat.
Sedangkan
manfaat di bidang social:
a)
Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat damai dan tenteram.
b)
Mendorong terwujudnya aturan yang manusiawi yang dibangun tidak di atas
hubungan-hubungan kebendaan tetapi di atas rasa kekeluargaan.
c)
Mendidik anggota-anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dan semangat
kekeluargaan.
BAB
III
KESIMPULAN
Koperasi
Di Indonesia pada masa Liberal ekonomi saat ini kurang eksistensinya
dibandingkan di beberapa negara di benua eropa , dahulu Mentri perdagangan dan
Koperasi tahun 1978-1983 Radius Prawiro bersama Bustanil Arifin Mentri Muda
Koperasi saat itu pernah berkunjung ke negeri Skandinavia (Denmark, Swedia dan
Norwegia) mengagumi berbagai jenis koperasi disana
Justru Koperasi di negara tersebut maju dan berkembang tanpa adanya Undang-undang Koperasi dan Mentri Koperasi. Nah sekarang bagaimana keadaan koperasi di Indonesia dibandingkan dengan negara tersebut , dimana terdapat Mentri Koperasi dan undang-undang Koperasi walhasil Koperasi di Indonesia hanya berjalan ditempat walaupun berbagai upaya telah dilakukan. Dari kedudukan politis dan strategis dalam UUD 45 , pembentukan Dekopin serta perlindungan dan fasilitas yang berlimpah tetap juga tidak menjadikan koperasi sebagai saka guru perekonomian nasional dan mensejahterakan rakyat Indonesia.
Justru Koperasi di negara tersebut maju dan berkembang tanpa adanya Undang-undang Koperasi dan Mentri Koperasi. Nah sekarang bagaimana keadaan koperasi di Indonesia dibandingkan dengan negara tersebut , dimana terdapat Mentri Koperasi dan undang-undang Koperasi walhasil Koperasi di Indonesia hanya berjalan ditempat walaupun berbagai upaya telah dilakukan. Dari kedudukan politis dan strategis dalam UUD 45 , pembentukan Dekopin serta perlindungan dan fasilitas yang berlimpah tetap juga tidak menjadikan koperasi sebagai saka guru perekonomian nasional dan mensejahterakan rakyat Indonesia.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA