Cerita Pendek
Impian dan langit-langit kamar ku
Kunikmati
alunan musik dengan setengah hati. Huam.. aku menguap entah untuk beberapa kali
. Posisi sangat siap untuk menjemput mimpi. Ku pejamkan mata dengan paksa agar
cepat terlelap. Namun,aku merasa semakin terjaga.Perlahan, ku buka lagi mataku
dengan rasa takut. Takut berhadapan dengan langit-langit kamarku. Kali ini aku
tidak mau mengetahui suasana hatiku yang sedang tidak menentu . tapi tampaknya
sahabatku itu memaksaku untuk berbagai rasa dengannya.
Perhatianku
tertuju pada langit-langit kamar. Kuamati bercak-bercak cokelat menggantung di
atas seakan-akan siap menjauhi diriku. Tampak kusam kini,tidak lagi seputih
dulu. Pikiranku terbang meleset ke waktu empat belas tahun lalu ketika pertama
kali aku memasuki kamar pertamaku ini, Dindingnya putih,langit-langitnya pun
begitu putih,suci.
Entah kenapa , langit-langit
kamar itu selalu menarik perhatianku waktu kecil, Aku suka sekali menatapinya
dengan pandangan hampa . Kelamaan, aku merasa langit-langit kamar itu
tersenyum. Itu bukan mimpi, itu nyata ! Awalnya aku takut melihat senyuman itu.
Kulihat senyumannya begitu tulus . aku pun membalas senyum itu. Aku ingat
sekali saat itu ketika kali pertama suatu masalah mengganggu hati dan
pikiranku. Waktu itu aku menangis sejadi-jadinya.tak ada teman untuk berbagi. Lalu
ku dengar langit-langit kamarku membisikan sesuatu di telingaku,begitu lembut
dan menyejukkan.Kami pun berbicara panjang . Sejak saat itu pula,kulihat bercak
cokelat pertama di langit-langit kamar itu, setelah itu, setiap masalah mendera
hati dan pikiranku,bercak cokelat itu pun bertambah,terus dan terus hingga
sebesar ini .
Pikiranku
masih terbuai oleh masa lalu ketika telingaku menangkap suara langkah-langkah
berat itu.Ayah!Aku langsung berlari ke jendala kamar . Kulihat ayah berjalan
mendekat. Kepalanya tertunduk,seperti terbebani dengan sejuta ton baja. Begitu tak
berdaya. Kubuka jendela. Ayah berdiri tepat di hadapanku. Ayah tersenyum, begitu
hambar. Ku balas senyum hambar.
“Nita
ingin kuliah yah”sambil menatap wajah Ayah
“Ayah,juga
ingin melihat kamu jadi sarjana nak”jawab
Ayah
“Tapi
yah, uang kuliah dari mana sedangkan ayah sudah tidak lagi bekerja?” Tanya ku
kepada ayah
“kamu
percaya tuhan itu Maha Besar?” pertanyaan ayah kepadaku
“aku
percaya yah”sahutku pelan.
“Kesulitan
ekonomi bukan menjadi hal yang paling utama nak, Untuk kamu tidak kuliah.”
“Dibalik
kesulitan pasti ada kemudahan. Janji allah untuk semua umatnya”
“baiklah
yah,, “jawabku kepada ayah
Kemudian ibu pun masuk ke kamar sambil memerikan masukan
kepadaku
“Nak,
apakah benar kamu mau kuliah?” Ibu menatapku
“iya
ibu, aku ingin menjadi sarjana seperti ayah bilang, di balik kesulitan pasti
ada kemudahn, asalkan kita mau berusaha apapun kesulitannya allah pasti
mudahkan. Bukankah begitu bu ?”
“kalau
kamu kuliah nanti apakah kamu mau nerima resikonya nak ?”tanya ibu
“resikonya
jika ayah tidak sanggup membiayai kamu kuliah dan kamu akan keluar dari kampus?”
“Bu, kalau
ayah sudah tidak sanggup membiayai kuliah saya akan kerja sambil kuliah untuk
melanjutkan ke semester berikutnya, sampai saya wisuda” jawabku dengan tegas
“baiklah
apapun keputusanmu, ibu do’akan kamu bisa mewujudkan impianmu ya nak”
“amin,
do’akan ibu karena aku percaya allah maha besar dan apapu kesulitannya allah
pasti bantu”
Membayangkan betapa bangganya kedua orangtuaku nanti
sungguh membuatku tak sabar ingin mewujudkan mimpi itu. aku mendesah pelan,
memejamkan kedua mataku, membisikan harapan agar impianku terwujud kepada
tuhan. Kubuka mataku kembali lalu menatap ke arah langit biru yang tersenyum
cerah seakan-akan menyemangatiku dan berharap ada jalan yang dapat merubah hidup
keluarganya agar jauh lebih baik.